Efisiensi Anggaran: Kebijakan Solutif atau Sebuah Ancaman?
Pendahuluan
Kebijakan efisiensi anggaran senilai Rp306,69 triliun melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 menjadi salah satu langkah strategis dalam sejarah fiskal Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Langkah ini dilakukan sebagai salah satu kunci dalam meningkatkan efektivitas pembangunan nasional dengan mengoptimalkan penggunaan dana yang ada. Kebijakan efisiensi anggaran mencakup pemangkasan belanja Kementerian/Lembaga sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp50,59 triliun, dengan fokus pada pengurangan anggaran seremonial, studi banding, dan perjalanan dinas hingga 50%. Sementara itu, kebijakan efisiensi anggaran berjalan paralel dengan birokrasi yang mengalami pembengkakan. Fakta tersebut menimbulkan pertanyaan, Apakah efisiensi dapat benar-benar menjadi solusi, atau justru mengorbankan daya dorong ekonomi melalui penurunan belanja pemerintah (Government spending/G) dan konsumsi (Consumption/C)?
Isi
Dalam kerangka makro ekonomi, dikaitkan dengan persamaan pendapatan nasional Y = C + I + G + (X – M), setiap komponen memiliki efek berganda (multiplier effect). Efisiensi yang memiliki dampak positif juga membawa tantangan dari sisi ekonomi. Diantaranya yaitu penurunan government spending (G) dan konsumsi rumah tangga (C) yang menjadi penggerak siklus ekonomi paling dinamis. Dalam konsep ini, belanja pemerintah berperan penting untuk menggerakkan perekonomian, terutama ketika sektor swasta tidak mampu bergerak optimal lantaran daya beli masyarakat yang rendah.
Kebijakan efisiensi mengingatkan pada penerapan Austerity yang pernah dilakukan oleh Yunani pasca Krisis Global tahun 2008. Dalam kondisi resesi parah dan beban utang yang besar, Yunani justru memilih untuk memangkas belanja pemerintah sebagai langkah utama. Namun, dalam kondisi krisis tersebut, Austerity justru memperburuk situasi. Pemangkasan belanja menimbulkan efek domino, seperti meningkatnya angka pengangguran dan kontraksi ekonomi berkepanjangan. Meskipun begitu, bukan berarti kebijakan Austerity selalu gagal dalam mengatasi resesi. Salah satu contoh sukses dapat dilihat dari Jerman yang menerapkan kebijakan serupa pasca reunifikasi. Maka dari itu, penting untuk memahami konteks dari setiap kebijakan penghematan, termasuk perbedaan antara austerity dan efisiensi anggaran yang diterapkan di Indonesia.
Austerity dan efisiensi anggaran yang diterapkan di Indonesia merupakan dua konsep yang berbeda. Menurut Mardiasmo (2009), efisiensi erat kaitannya dengan produktivitas. Efisiensi diukur dengan membandingkan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan. Sedangkan austerity (penghematan) merupakan kebijakan pemotongan anggaran saat kondisi tertentu (umumnya saat krisis) dengan cara mengurangi defisit untuk mengoreksi tata kelola fiskal. Walaupun sama-sama mengurangi belanja, jika dilihat pada contoh kasus Yunani dan membandingkannya dengan yang saat ini terjadi di Indonesia, antara efisiensi dan austerity memiliki perbedaan konteks. Meskipun demikian, kondisi Indonesia yang mengalami deflasi sejak awal tahun 2025 sebesar 0.76 persen, mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat sedang lemah. Dalam situasi semacam ini, pelonggaran kebijakan dalam perekonomian justru lebih dibutuhkan daripada pengetatan anggaran.
Sementara itu, program prioritas Makan Bergizi Gratis (MBG) direncanakan akan menerima tambahan dana sebesar Rp100 triliun, bersumber dari hasil penyisiran anggaran instansi pemerintah, baik di pusat maupun daerah. Dalam konteks ini, MBG diharapkan mampu menciptakan efek ganda (multiplier effect) baru melalui peningkatan konsumsi rumah tangga dan penyerapan produk lokal UMKM. Dampak positif tersebut akan lebih mungkin tercapai apabila proses produksi dan distribusi MBG secara konsisten memanfaatkan produk lokal dan melibatkan UMKM sebagai mitra utama. Dengan demikian, kebijakan efisiensi anggaran tidak serta-merta mengurangi daya dorong ekonomi, melainkan justru diarahkan untuk menstimulasi permintaan melalui konsumsi yang terfokus dan produktif.
Penerapan efisiensi anggaran yang ideal semestinya didasarkan pada prinsip alokasi berbasis produktivitas dan keberlanjutan sosial. Sektor-sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur harus tetap mendapatkan prioritas perlindungan fiskal. Sektor-sektor tersebut memberikan multiplier effect yang substansial terhadap kinerja ekonomi nasional. Oleh karena itu, apabila pemangkasan anggaran dilakukan tanpa mempertimbangkan prioritas dan dampaknya secara cermat, hal ini berpotensi menghambat investasi publik, mengurangi peluang penciptaan lapangan kerja, serta menurunkan tingkat produktivitas tenaga kerja. Namun faktanya, pemotongan anggaran turut menyasar sektor-sektor krusial dalam pelayanan publik. Sebagai contoh, alokasi anggaran untuk Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah mengalami pengurangan sebesar Rp8 triliun, sementara Kementerian Pekerjaan Umum mengalami penurunan anggaran secara signifikan, yakni lebih dari 70 persen dari total yang telah direncanakan. Tentu hal ini sangat mengkhawatirkan bagi perekonomian Indonesia di masa mendatang. Sementara itu, jumlah kabinet yang bertambah membuat belanja birokrasi membengkak. Oleh karena itu, efisiensi seharusnya difokuskan pada reformasi struktural melalui digitalisasi birokrasi, perampingan struktur non-layanan, serta penghapusan program seremonial yang minim manfaat langsung. Pendekatan ini tidak hanya mengoptimalkan efektivitas belanja, tetapi juga menciptakan ruang fiskal yang lebih sehat tanpa mengorbankan pelayanan publik dan keberlanjutan pembangunan.
Penutup
Kebijakan efisiensi anggaran melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 merupakan langkah strategis yang bertujuan meningkatkan efektivitas penggunaan dana publik. Namun, dalam konteks makroekonomi, pemangkasan belanja pemerintah harus dilakukan secara hati-hati agar tidak melemahkan daya dorong ekonomi, terutama di tengah kondisi deflasi dan lemahnya daya beli masyarakat. Perbandingan dengan kebijakan austerity menunjukkan bahwa efisiensi dan penghematan fiskal memiliki konteks dan tujuan yang berbeda. Oleh karena itu, implementasi efisiensi perlu disertai strategi kompensasi yang tepat, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang dapat mendorong konsumsi rumah tangga dan menghidupkan sektor UMKM. Selain itu, pendekatan smart efficiency menjadi sangat relevan, yakni efisiensi anggaran yang tetap menjaga belanja prioritas, bukan sekadar pemangkasan menyeluruh. Pemerintah perlu melakukan pemantauan berkelanjutan atas dampak kebijakan ini melalui indikator makroekonomi seperti pertumbuhan PDB, tingkat pengangguran, dan indeks kesejahteraan sosial. Dalam konteks perencanaan dan penganggaran, pendekatan money follow program harus diutamakan, agar alokasi anggaran benar-benar sejalan dengan capaian output dan outcome yang diinginkan, bukan semata-mata mengikuti struktur organisasi atau fungsi administratif. Dengan sinergi antara efisiensi dan stimulus terarah, kebijakan ini dapat menjaga keseimbangan antara penghematan fiskal dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
DAFTAR PUSTAKA
- Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2025
- Peran Belanja Pemerintah dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi: Analisis Pendekatan Keynesian | OWNER: Riset dan Jurnal Manajemen, diakses Mei 30, 2025, https://www.owner.polgan.ac.id/index.php/owner/article/view/1486/679
- Efisiensi Anggaran: Peluang Baru atau Ancaman bagi Perekonomian Indonesia? | news.ums.ac.id, diakses Mei 30, 2025, https://news.ums.ac.id/id/02/2025/efisiensi-anggaran-peluang-baru-atau-ancaman-bagi-perekonomian-indonesia/
- Efisiensi Anggaran Sulit Tercapai, Pakar UGM Sebut Pemerintah Hadapi Perilaku Boros dalam Birokrasi | ugm.ac.id, diakses Mei 30, 2025, https://ugm.ac.id/id/berita/efisiensi-anggaran-sulit-tercapai-pakar-ugm-sebut-pemerintah-hadapi-perilaku-boros-dalam-birokrasi/
- Mencintai Austerity di Saat yang Salah | djpb.kemenkeu.go.id, diakses Mei 30, 2025, https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/pamekasan/id/data-publikasi/berita-terbaru/3078-mencintai-austerity-di-saat-yang-salah.html
- Awal Tahun 2025, Terjadi Deflasi 0,76 Persen | BPS Sragen | sragenkab.bps.go.id, diakses Mei 30, 2025, https://sragenkab.bps.go.id/en/news/2025/02/04/139/awal-tahun-2025—terjadi-deflasi-0-76-persen.html
- Anggaran Makan Bergizi Gratis Dapat Membengkak Jadi Rp171 Triliun di Tahun Pertama | kompas.id, diakses Mei 30, 2025, https://www.kompas.id/artikel/anggaran-makan-bergizi-gratis-dapat-membengkak-jadi-rp-171-triliun-di-tahun-pertama
- Efisiensi Anggaran Ganggu Pelayanan Publik, Pendidikan Hingga Infrastruktur Dasar | hukumonline.com, diakses Mei 30, 2025, https://www.hukumonline.com/berita/a/efisiensi-anggaran-ganggu-pelayanan-publik—pendidikan-hingga-infrastruktur-dasar-lt67b2ff43ea76d/?page=all